Sensus Ekonomi 2026 Semakin Dekat, BPS Bengkalis Tingkatkan Sinergi dengan PWI
BENGKALIS – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bengkalis menggelar silaturahmi sekaligus diskusi literasi statistik bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bengkalis, Selasa siang. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat pemahaman media terhadap data resmi sekaligus menyosialisasikan persiapan Sensus Ekonomi 2026 (SE2026), yang dilaksanakan secara nasional setiap 10 tahun.
Kepala BPS Bengkalis, Sudiro, menyampaikan bahwa peran BPS semakin strategis dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan peningkatan kualitas dan akurasi data nasional. Ia menegaskan, BPS bukan sekadar penyedia angka statistik, tetapi fondasi utama dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan publik.
“BPS bertugas menyediakan data resmi yang akurat dan objektif sebagai dasar pengambilan keputusan, mulai dari individu hingga pemerintah pusat. Tahun 2026 nanti kita kembali melaksanakan Sensus Ekonomi, pemotretan lengkap kondisi pelaku usaha di seluruh Indonesia,” ujar Sudiro dalam paparannya.
Di hadapan pengurus dan anggota PWI Bengkalis, Sudiro menjelaskan secara rinci tugas BPS dalam pemantauan inflasi. Menurutnya, BPS melakukan survei harga konsumen untuk mengukur perubahan harga barang dan jasa secara bulanan, tahunan, dan sepanjang tahun kalender.
“Kami memotret kondisi harga riil di lapangan, bukan memproyeksikan inflasi. Data dihimpun dari pedagang eceran di pasar tradisional dan modern, lalu dianalisis persentasenya dari periode sebelumnya,” jelas Sudiro.
Ia juga menyinggung dinamika inflasi yang menjadi penyebab gejolak ekonomi di masa lalu. “Dua presiden Indonesia, Sukarno dan Suharto, pernah mengalami tekanan besar akibat inflasi, baik dari proyek pembangunan besar pada era Sukarno maupun krisis moneter 1998,” tambahnya.
Selain faktor domestik, kondisi global juga memengaruhi inflasi Indonesia. Sudiro mengutip paparan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait dampak perang Rusia–Ukraina terhadap ekonomi nasional hingga tingkat kabupaten/kota.
“Konflik global memicu kenaikan harga komoditas, termasuk pangan, yang berdampak langsung ke daerah. Inilah pentingnya pemerintah daerah menjaga stabilitas harga,” katanya.
Sementara itu, BPS tidak termasuk dalam struktur Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). “TPID fokus pada komponen yang bisa dikendalikan, terutama bahan pangan. Sementara harga komoditas seperti emas sepenuhnya berada di pasar global,” ujar Sudiro.
Ketua PWI Bengkalis, Adi Putra, mengapresiasi kunjungan dan penjelasan komprehensif dari BPS Bengkalis. Ia menegaskan pentingnya literasi statistik bagi insan pers, terutama dalam penyajian berita ekonomi dan harga kebutuhan masyarakat.
“Banyak masyarakat tidak memahami apa itu inflasi dan bagaimana dampaknya terhadap harga bahan pokok. Media harus mengedukasi publik dengan data yang benar. BPS adalah sumber data resmi, sehingga kolaborasi ini sangat membantu jurnalis menyajikan informasi akurat dan mudah dipahami,” kata Adi Putra.
Ia berharap kolaborasi BPS dan PWI dapat terus berlanjut, terutama dalam menghadirkan jurnalisme berbasis data untuk kepentingan publik.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal mempererat sinergi antara institusi statistik dan insan pers. Melalui kolaborasi ini, data statistik resmi dapat disampaikan lebih mudah dipahami masyarakat, baik terkait inflasi, kondisi ekonomi, maupun hasil survei lainnya.
BPS Bengkalis dan PWI sepakat untuk terus bekerja sama dalam mendukung penyebaran informasi publik yang akurat dan kredibel, terutama menjelang pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026.(Adi)










Tulis Komentar