Krisis Infrastruktur Meranti: Ambulans Terjebak, Warga Evakuasi Pasien Pakai Tandu
MERANTI— Lumpur setinggi mata kaki, kubangan yang menganga, serta jalur terjal yang patah di sana-sini menyambut setiap langkah warga di poros Desa Tanjung Gemuk, Kecamatan Rangsang. Di tengah kondisi memprihatinkan itu, pada Rabu (12/11/2025) sore, derita seorang pasien stroke berubah menjadi perjalanan panjang yang mempertaruhkan nyawa.
Sekitar pukul 15.00 WIB, puluhan warga tampak beriringan menembus jalan rusak. Di tengah barisan itu, sebuah tandu sederhana terayun pelan membawa Suniah, warga Desa Tanjung Medang yang terserang stroke. Tidak ada ambulans yang menunggu di depan pintu rumah. Mobil itu terpaksa berhenti tiga kilometer dari lokasi, terhalang jalan berlubang dan berlumpur yang mustahil dilalui roda empat.
Saya berada tepat di pinggir jalur tanah itu ketika warga mulai menandu Suniah. Setiap langkah adalah perjuangan. Roda sepeda motor relawan kerap terbenam. Kaki para lelaki kampung berulang kali tergelincir. Tandu terpaksa diangkat tinggi agar tidak menyentuh genangan lumpur yang menutupi hampir seluruh badan jalan.
“Kalau musim panas masih bisa dilewati ambulans. Tapi sekarang hujan, jalannya hancur. Mau tak mau kami angkat pasien pakai tandu,” ujar Mustofa, salah satu warga yang ikut mengevakuasi, napasnya terengah karena harus berjalan sambil menopang beban.
Jalan poros sepanjang kurang lebih 28 kilometer itu menghubungkan Desa Tanjung Bakau, Tanjung Gemuk, Tanjung Medang, hingga Sungai Gayung Kiri. Dibangun sekitar awal 2000-an ketika Meranti masih berada di bawah Kabupaten Bengkalis, jalur vital ini tak pernah mendapat perbaikan berarti setelah Meranti resmi menjadi kabupaten. Kini, sebagian besar permukaannya berubah menjadi lintasan lumpur yang hanya bisa dilalui saat cuaca cerah.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan warga berjalan perlahan, sesekali berhenti untuk menstabilkan tandu, sementara ambulans terlihat menunggu di ujung jalan poros—lokasi yang warga sebut sebagai “batas akhir kendaraan” sejak masa pemerintahan Bupati H. Adil.
Bagi masyarakat pesisir, kerusakan jalan bukan sekadar soal kenyamanan. Mereka mengatakan distribusi ikan dan hasil laut terganggu, akses pelajar menuju sekolah semakin sulit, dan harga kebutuhan pokok naik akibat biaya transportasi yang melambung. Dalam keadaan darurat medis, masalah itu berubah menjadi ancaman nyawa.
Namun, di tengah keterpurukan infrastruktur, warga tidak kehilangan semangat kebersamaan. Hari itu, tanpa aba-aba, warga dari berbagai dusun turun membantu. Ada yang membawa motor untuk menembus titik-titik yang masih bisa dilalui, ada yang menyiapkan tandu tambahan, dan sebagian lainnya mengatur jalur aman untuk menuntun pasien menuju ambulans.
Setelah menempuh perjalanan penuh lumpur selama hampir satu jam, Suniah akhirnya dipindahkan ke ambulans yang membawanya menuju Puskesmas Tanjungsamak. Sebuah rute penyelamatan yang seharusnya bisa ditempuh dalam hitungan menit, berubah menjadi ujian panjang bagi warga dan pasien.
Bagi masyarakat Tanjung Gemuk, Tanjung Medang, dan desa sekitar, jalan bukan sekadar fasilitas umum. Ia adalah penghubung hidup: antara warga sakit dan pertolongan, antara nelayan dan pasar, antara anak-anak dan sekolah. Selama akses itu tetap rusak, risiko kehilangan nyawa akibat keterlambatan evakuasi akan selalu membayangi.
Dan di tengah jalan yang terus menjerit minta diperbaiki, warga hanya berharap pemerintah baik daerah, provinsi, maupun pusat sungguh-sungguh turun tangan. Sebab bagi mereka, keselamatan tidak boleh disandarkan pada gotong-royong semata.(AL)










Tulis Komentar